kelas menengah muslim
Klaim berbahan alami dari wardah pada kemasan produknya. Produk halal juga harus etis, misal tidak menggunakan bahan kimia berbahaya bagi lingkungan. Foto: femaledaily.com

Kelas Menengah Muslim (3):  Produk Bernilai, tidak Sekadar Berlabel Syariah

Kelas menengah Muslim dapat dijangkau dengan menciptakan produk yang bernilai dan otentik, tidak sekadar berlabel syariah. Peluang bagi para startup.

[su_list icon=”icon: hand-o-right”]Fokus “Kelas Menengah Muslim”:

  1. Kelas Menengah Muslim (1): “Berubahnya Lanskap Pemasaran”
  2. Kelas Menengah Muslim (2): Trendy, Educated, Affordable, Spiritual
  3. Kelas Menengah Muslim (3): Produk Bernilai, tidak Sekadar Berlabel Syariah
  4. Buku “Memasarkan ke Kelas Menengah Muslim” akan Diluncurkan Habis Lebaran

[/su_list]

kelas menengah muslim
Klaim berbahan alami dari wardah pada kemasan produknya. Produk halal juga harus etis, misal tidak menggunakan bahan kimia berbahaya bagi lingkungan. Foto: femaledaily.com

Kelas menengah Muslim, selain kian sadar dengan kehalalan konsumsi, juga mulai banyak yang menjadi wirausahawan. Kelas menengah Muslim juga mencari kebebasan finansial.  Mereka berencana untuk bebas secara keuangan pada usia ’40-an dengan pasive income, salah satunya misalnya dengan memiliki deposito yang memberikan imbal hasil yang cukup untuk mereka membiayai hidupnya. Oleh karenanya, “Sejak umur ‘20-an kelas menengah Muslim ini sudah mulai memikirkan untuk berwirausaha. Muncullah fenomena komunitas pengusaha seperti TDA ini”, kata Yuswohadi dari Center for Middle Class Studies (CMCS) kepada puluhan startup dari komunitas Tangan di Atas (TDA) di TDA Center, Bintaro, Jakarta (19/7).

Tidak heran jika, dalam bukunya, Marketing to the Middle Class Muslim, Yuswohadi membahas secara khusus mengena fenomena tumbuhnya kewirausahaan di kelas menengah Muslim. Dan, contoh yang ditampilkan adalah komunitas TDA ini.

Bagi para wirausahawan pemula (startup) ini, peluang memasarkan ke kelas menengah Muslim terbuka lebar. Apalagi, banyak dari para startup di TDA memiliki merk yang otentik. Menurut Yuswohadi, hal ini menjadi peluang bagi pemegang merk. Ia menyontohkan bagaimana Wardah  mulai menggerogoti pasar kosmetik nasional. Pemain lama seperti Sari Ayu Martha Tillaar sempat kebakaran jenggot dengan masuknya Wardah dengan cepat ke pasar. Pun dengan Safira yang menciptakan kategori baru di industri fesyen, yaitu busanaMuslim. Meski sudah memulai sejak 1995, Wardah baru mendapat tipping point-nya pada 2010. “Wardah baru pada 2010, safira pada 2007. Sebelum itu Wardah omsetnya Rp 4 miliaran, saat ini sudah ratusan miliar”, kata Yuswohadi.

Otentisitas Merk
Menurut Yuswohadi, tumbuhnya konsumen kelas menengah Muslim telah mengubah 180 derajat lanskap persaingan industri kosmetik di Tanah Air. “Siapa peduli sebelum 1995, bahwa kosmetik itu harus halal?”, katanya. Tetapi dengan kepiawaian Wardah memanfaatkan fenomena bertumbuhnya kelas menengah Muslim yang memiliki kesadaran lebih tinggi akan kehalalan sebuah produk, membuatnya menjadi pencipta kategori sekaligus market driver. Pasar kosmetik pun terbelah, ada yang non halal, ada yang halal, inilah kondisi tipping point menurut Yuswohadi dalam bukunya tersebut.

Sebagai efeknya, ibarat bejana berhubungan, pasar di kosmetik non halal mulai tertarik ke pasra kosmetik halal. Saat ini, mau tidak mau produsen kosmetik harus melabelkan halal produknya, agar pasarnya kian tidak tergerus oleh Wardah. Inilah yang disebut Yuswohadi sebagai The Wardah Effect.

Pemain kosmetik pun riding the wave, “Memanfaatkan pasang ranumnya pasar kosmetik halal”, kata buku ini.  Di saat mau tidak mau produsen harus menginjeksikan kehalalan dalam produknya, menurut Yuswohadi peluang tetap ada dan besar pada merk yang otentik.  Wajar saja, karena merk otentik itu dinilai lebih halal misalnya. Lagi-lagi ia menyebutkan Wardah sebagai merk yang otentik di industri kosmetik halal. Di kategori lain seperti perhotelan dan pariwisata, bisa disebut Hotel Sofyan.

“Peluang ada saat pasar tengah bergejolak seperti ini, yaitu ketika pasar bingung dengan kian potensialnya pasar Muslim. Jadi, menginjeksi nilai spiritual pada brand menjadi kewajiban, pemain baru yang otentik bisa masuk dan tumbuh cepat”, kata Yuswohadi. Nah, di sinilah ceruk peluang bisnis bagi para startup seperti yang berkumpul di komunitas TDA.

Namun, jika Wardah berhasil pada momentum yang pas, bagaimana startup dapat mengikuti jejaknya? Produk apa yang dapat ditawarkannya jika parameternya adalah harus otentik dan halal?

Apa yang Kita Jual?
Wempy Dyocta Koto, Global Chief Executive Director Wardour and Oxford, London, Inggris membagi ilmu dan pengalamannya selama menjalankan perusahaan konsultan bisnis berbasis di London ini.

Ia memulai dengan menjelasan kondisi di Inggris, yang menurutnya adalah negara Barat dengan pertumbuhan Musli tercepat di dunia. Saat ini ada sekitar tiga juta Muslim di Inggris, merepresentasikan sekitar lima persen dari total penduduk Inggris dan setiap tahun ada sekitar 100 ribu orang berpindah memeluk agama Islam (convert) dari agama lain di Inggris. Menariknya, dua pertiganya dari 100 ribu itu adalah kaum hawa. “Mereka menikah dengan lelaki Muslim, atau sekadar mendapat blessing from god. Jadi Islam adalah agama yang paling cepat bertumbuh di UK. Juga yang tercepat di Eropa”, kata Wempy.

Wawasan global lainnya, ditambahkan Wempy, sejak 9/11 di Amerika Serikat (AS) musuh dunia adalah Muslim. “Tetapi, dunia semakin tersadarkan, Muslim merepresentasikan apa yang disebut dengan the 3rd billion di mana  first billion adalah China lalu India, india, tetapi batas negara membatasinya, sementara Muslim tidak. Di negara-negara BRIC (Brazil Rusia India China),  di Brazil populasi Muslim semakin banyak, Rusia juga, India ada sekitar 200 juta orang Islam. Dunia makin menyadari betapa pentingnya populasi Muslim ini, kata Wempy.

Jika melihat kepada gambar besar ini, Wempy mempertanyakan, Apa yang kita jual? Kita menjual the whole lifestyle. Bagaimana kita dapat membuat produk yang sangat unik? Bagaimana produk yang completely 100% Islam. Tidak hanya produk halal, juga produk yang etis, ini tantangannya. Bagaimana kita membuat produk yang membuat masyarakat mencintainya”, kata Wempy.

Etisnya itu, misalnya tidak mengandung bahan kimia berbahaya, dikerjakan oleh tenaga kerja cukup umur dan dibayar pantas. Ada beberapa produk global yang menuai kontroversi karena misalnya diproduksi dengan menggunakan buruh anak tidak dibayar, dan tidak adil dalam skema bagi hasil di ranta produksinya. Dalam hal ini, gerakan Fair Trade di tingkat global menjadi signifikan bagi produk halal.

Pasarnya Lebih Besar di Luar Negeri
Lagi, melihat kepada gambar besar ini, menurutnya pasar bagi produk halal dan etis sebenarnya lebih besar di luar negeri daripada di Indonesia.  Ini lumrah jika melihat populasinya, meski Indonesia adalah negeri dengan populasi Muslim terbesar dunia, sebenarnya jika dibandingkan dengan keseluruhan jumlah Muslim dunia, jumlah Muslim kita sedikit.

Merujuk pada produk etis, Yuswohadi menambahkan, salah satu preferensi  kelas menengah Muslim Indonesia memilih menginap di hotel syariah, adalah karena dinilai lebih aman dan nyaman baik bagi dirinya atau keluarganya. Di hotel syariah, yang jelas tidak ada alkohol dan wanita panggilan. Pemisahan kamar perempuan dan lelaki di kelas single room dan kolam renang misalnya, dan filtrasi awal terhadap tamu yang hendak menginap. Memang pada praktiknya sepasang lelaki dan perempuan yang hendak menginap tidak akan ditanya surat nikahnya, tetapi dari KTP saja sudah terlihat, juga bahasa tubuh dan kepantasan dua orang itu dapat dikatakan memang suami isteri.

Hal seperti ini dinilai lebih dapat menghindarkan konsumen dari perselingkuhan, zat memabukkan, atau hal-hal yang tidak etis lainnya.

Bagaimana memasarkan produk Anda kepada kelas menengah Muslim? Nantikan artikel berikutnya tentang buku Marketing to the Middle Class Moslem di sini. Daftar newsletter kami untuk mendapatkan info ketika artikel berikutnya tayang.