Oleh: Nurizal Ismail[1]
Ramadhan adalah bulan di mana puasa wajib dilaksanakan bagi para Muslim mukallaf di dunia. Selain itu, Ramadhan memiliki nilai historis tinggi dan kontributif dalam awal perkembangan Islam. Beberapa peristiwa penting di antaranya, yaitu turunnya Al-Qur’an, kemenangan perang Badar, turunnya perintah zakat, pembebasan Mekkah (fathul makkah), sangat penting menjadi pelajaran dan hikmah untuk menata kembali niat-niat kita sebagai hamba-hamba Allah yang hanya bertujuan untuk beribadah kepada-Nya mencapai falah (baca: kesuksesan dunia dan akhirat).
Momentum Ramadhan kali ini harus dimaksimalkan oleh tiap individu-individu Muslim sebagai sarana untuk menjadi insan-insan yang bertaqwa. Taqwa yaitu melaksanakan ibadah kepada Allah Ta’ala yang wajib dan mubah, dan meninggalkan sesuatu yang haram dan makruh karena takut dan kecintaan kepada-Nya.
Dalam melaksanakan Islam yang kaffah, selain ibadah mahdhah yang menjadi fokus utama di bulan Ramadhan, ibadah mu’amalah khususnya dalam aktivitas ekonomi juga harus difokuskan. Mengapa hal ini menjadi penting karena berdasarkan hadist yang diriwayatkan Imam Tirmidzi, di antaranya tentang harta manusia: dari mana harta itu diperoleh dan untuk apa harta itu dibelanjakan, yang akan ditanya di hari kiamat nanti.
Dari dua pertanyaan di atas, alangkah baiknya jika kita kembali melakukan evaluasi aktivitas ekonomi kita saat ini. Pertama, apakah harta yang kita dapatkan dengan cara yang halal?
Mengakumulasi kekayaan atau mendapatkan penghasilan dengan cara mendapatkan keuntungan dengan cara riba baik dengan sendiri atau melalui sarana bank konvensional, melakukan penipuan kepada orang lain, korupsi dan suap menyuap menjadi hal yang biasa, melakukan jual beli secara gharar, dan melakukan segala bentuk judi. Kedua, apakah harta yang kita keluarkan dengan cara yang halal?
Kita selalu melakukan tabzir (boros) dan dan israf (tidak peduli dengan porsi kebutuhan) ketika melakukan konsumsi, mempunyai sifat pelit dan kikir terhadap harta yang didapatkan, dibelanjakan untuk konsumsi yang haram, investasi di pasar modal konvensional, bayar asuransi konvensional, dan menabung di bank konvensional.
[bctt tweet=”Apakah harta yang kita belanjakan di jalan yang halal?” username=”my_sharing”]
Kalau hal-hal tersebut masih Anda lakukan, maka segeralah bertobat dan meninggalkannya karena itu semua termasuk yang haram dalam Islam.
Para ulama Islam dahulu juga telah menjelaskan bagaimana mengelolaan kekayaan secara halal di dalam karya-karyanya. Contoh, Ibnu Sina menjelaskan bahwa dalam mendapatkan kekayaan itu melalui dua cara, yaitu warisan dan kasb (dengan cara bekerja secara halal). Dari harta yang didapatkan dikeluarkan dalam tiga alokasi, yaitu keperluan diri dan keluarga, keperluan agama yang dikeluarkan dalam bentuk zakat, infak, sedekah, dan wakaf, serta keperluan tabungan (al-iddikhar) untuk keadaan yang tidak pasti di masa akan datang.
[bctt tweet=”Saatnya kita menata ulang niat dalam berekonomi!” username=”my_sharing”]
Saatnya, kita menata ulang niat dalam berekonomi yaitu mengubah perilaku ekonomi dengan mencari dan mengeluarkan kekayaan yang halal. Kini industri-industri Syariah sudah sangat mudah kita temukan baik di Indonesia maupun di dunia sebagai solusi untuk berekonomi Islam. Ketika ingin berbelanja cari produk-produk yang sudah tersertikasi halalnya, ketika ingin menabung datang lah ke bank-bank Syariah, ketika ingin berinvestasi pilih saham-saham yang telah terindex di Jakarta Islamic Indeks (JII) atau Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), ketika ingin menggadaikan sesuatu datanglah ke gadai syariah, dan ketika ingin melakukan aktivitas-aktivitas kedermawanan seperti zakat, infaq, sedekah dan wakaf datang lah ke badan atau lembaga zakat.
Maka sudah tidak ada alasan lagi bagi kita tidak berekonomi Islam. Jadikan momentum Ramadhan ini dengan berkekonomi Islam, sehingga ekonomi Islam secara keilmuwan dan institusi akan makin berkembang dan memberikan banyak kemanfaatan dalam perekonomian Indonesia khususnya dan global pada umumnya. Wallahu’alam bil sawab!
[1] Direktur Pusat Studi Kitab Klasik Islami (Turast), Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia

