Pembentukan program Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Syariah tidak perlu peraturan undang-undang. Yang penting tiga unsur yang tidak memenuhi syariah itu dihilangkan.

Menurut Fachmi, untuk menyelesaikan persoalan itu bisa diambil langkah cepat, jika penyelesaiannya bisa dituntaskan lewat dewan direksi dan dewan pengawas BPJS Kesehatan. Misalnya, kata dia, dengan menerbitkan Peraturan BPJS Kesehatan.
“Jika itu dirasa tidak cukup, maka harus ada perbaikan pada regulasi yang lebih tinggi, baik itu PP, Peraturan Presiden (Perpres) atau Undang-Undang (UU). Itu akan ditentukan oleh hasil pembahasan tim bersama yang akan dibentuk,” ujarnya. Baca: BPJS Upayakan Percepat Realiasasi Program BPJS Syariah
Kembali Fachmi menegaskan, sekalipun nanti rekomendasi tim membentuk program JKN syariah yang terdiri dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), BPJS Kesehatan, DSN MUI, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, dan MES, tidak ada benturan dengan JKS yang selama ini telah berjalan. Begitu pula pelayanan yang diberikan, tidak akan ada diskriminasi antar peserta. “Jika tim bersama merekomentasikan agar dibentuk JKN dengan prinsip syariah, maka kami siap membuat program itu,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Muhammad Syakir Sula berpendapat bahwa kebijakan baru progam BPJS Kesehatan syariah ini tidak membutuhkan perubahan undang-undang atau perubahan peraturan.
“Saya rasa perubahan tersebut tinggal meminta persetujuan di tingkat direksi BPJS Kesehatan. Yang penting, tiga unsur yang dinyatakan tidak memenuhi prinsip syariah itu dihilangkan. Sederhana saja kok sebenarnya,” kata Syakir. Baca: Hilangkan Tiga Unsur, BPJS Kesehatan Langsung Syariah
Seperti diberitakan sebelumnya, Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke 5 pada Juni 205 lalu di Tegal Jawa Tengah, MUI memutuskan yang salah satunya adalah BPJS Kesehatan tidak sesuai syariah. MUI pun mendorong pemerintah untuk membentuk BPJS Kesehatan Syariah.

