Permasalahan Kita
Begitu berat anada Nadiem ini harus menghadapi permasalahan yang sangat komplek di pendidikan dan kebudayaan Indonesia, maka perlu semua pihak membantu pemikiran dan meringankan bebannya dengan cara sinergi terhadap kebijakan dan memeberikan masukan yang sangat konstruktif untuk kemajuan bangsa.
Namun kebiasaan Menteri, Dirjen Direktur, dan Kepala L2dikti sebelumnya begitu dikeritik APTISI langsung mutung, naik pitam lalu tidak mau bertemu duduk bersama untuk saling beradu argumen untuk menyelesaikan berbagai masalah, salah Bung, anda dibayar oleh rakyat untuk melayani kami. Dan jika ini terjadi kembali pada Nadiem maka akan terulang kesalahan pendahulunya, salah satu hancurannya pendidikan kita adalah kurang mau mendengarnya menteri, dirjen, direktur dan Kepala L2dikti terhadap masalah yang ada, mereka mau mendengar hanya pada orang yang dianggap menguntungkan dengan memuji-mujinya saja.
Melihat peranggai Nadiem dan usia yang masih muda lebih cenderung mau mendengarkan pendapat orang lain, namun jika mau menerima pendapat orang lain justru ini hal yang paling berbahaya buat dia dan masa depan pendidikan kita.
Masalah utama pendidikan kita adalah; Pertama, Kualitas pendidikan yang masih rendah secara umum; Kedua, APK, angka partisipasi kasar kita yang rendah baik tingkat pendidikan dasar menengah berkisar 60% dan pendidikan tinggi yang berkisar 36%; Ketiga, Sulitnya aksesibilitas ke tempat belajar karena negara kita adalah negara kepulauan; keempat, kurangnya tenaga pengajar dan dosen yang berkualitas sesuai dengan kualifikasi yang sangat baik; kelima, sejak Indonesia merdeka kita tidak memiliki roadmap pendidikan sehingga ganti menteri ganti kebijakan.
Selanjutnya keenam, Birokrasi yang panjang dalam semua bidang termasuk didalamnya perijinan, pengurusan pangkat angka demik dll.; ketujuh, Kurikulum yang terlalu banyak dan cenderung memberatkan anak didik baik siswa dan mahasiswa; kedelapan, tidak ada ketersambungan antara dunia kampus dengan dunia industri tidak terjalin link & match, kesembilan, khusus untuk dasar menengah masalah zonasi belum terselesaikan dengan baik; kesepuluh, khusus di pendidikan tinggi, pelayanan Dikti dan L2dikti yang belum optimal, bahkan khusus dalam pelayanan L2Dikti banyak pengaduan dari PTS;
Selanjutnya, Kesebelas, untuk pendidikan tinggi rendahnya hasil Riset dan inovasi yang berkualitas; kedua belas ada oknum pengelola perguruan tinggi yang nakal tidak taat azas, sehingga masyarakat menjenarisil bahwa semua PTS bermasalah; Ketiga belas lambatnya respon pada birokrat dan dunia kampus terhadap fenomena revolusi indutri 4.0 yang mendisrupsinya pendidikan kita, dll.
Masalah Khusus Berat Dikti
Masalah khusus yang paling berat, sebagai Ketua Umum HPT Kes Indonesia (himpunan perguruan tinggi kesehatan Indonesia), adalah menghadapai ratusan ribu alumni perguruan tinggi kesehatan yang tidak jelas, karena belum lulus uji kompetensi dan masalah uji kopetensi kesehatan yang sebentar lagi menyeret pejabat dikti di KPK dan pengadilan karena menyalahi perundangan dan karena uangnya ratusan milyar sulit dipertangungjawabkan secara hukum, dan etika serta patut diduga banyak terlibat para petinggi dikti, depkes dan organisasi profesi, hingga mainan ini enggan dilepasnya.
Sebagai Keua Umum APTISI (Perguruan tinggi Swasta Indonesia) yang beranggotakan lebih dari 35.000 anggota dari 4700 PTS (unsur pimpinan yayasan dan unsur pimpinan pimpian PTS), yaitu masalah akreditasi Perguruan tinggi dan prodi, hal ini yang juga menjadi batu sandungan buat pendidikan tinggi di Indonesia, khususnya bapak menteri yang baru. Tentu hal ini sangat merepotkan, karena perguruan tinggi tiap hari hanya berkutat dengan borang dan APTISI mengusulkan kedepan akreditasi cukup dengan akreditasi institusi dan akreditasi prodi sunah (tidak ada kewajiban) sehingga perguruan tinggi bisa kretaif dan ada waktu untuk mengahsilkan inovasi unggul, melalui perubahan UU Dikti no. 12 tahun 2012.
[bctt tweet=”Hampir 2000 lebih Perguruan Tinggi kita belum terakreditasi” username=”my_sharing”]
Sekarang sedang terjadi masalah berat juga yaitu akreditasi institusi dengan berbagai alasan hampir 2000 lebih PT kita belum terakreditasi, tugas berat kemendikbud untk menangani masalah ini, jika tidak akan terjadi ribuan alumni berbagai PT tidak bisa ikut mendaftar CPNS, keselahannya tentu karena belum terakreditasi, dan borangnya juga sangat berat dan juga pemerintah tidak punya uang untuk visitasi ke perguruan tinggi. Maka usulan kedepan akreditasi online tanpa harus visit ke kampus, pasti akan bisa dan akan terjadi oleh Nadiem.
Solusi Permasalahan
Langkah awal Nadiem sudah tepat untuk mau mendengar dan belajar, karena telingga kita lebih banyak dari pada mulut, bagi Nadiem Anwar Makarim memang Alumni Brown University Amerika Serikat dan juga Alumni Harvard Business School Amerika Serikat, dalam kemauan untuk mendengar setiap pihak dalam 100 hari dapat diacungkan jempol. Dan APTISI, HPTKes Indonesia, APPERTI dan GERAAAK Indonesia (Gerakan Elaborasi Rektor, Akademisi, Aktivis, dan Alumni Indonesia) siap memberikan masukan yang konstruktif.
Solusi yang paling ampuh sementara adalah menjadikan kemendikbud menjadi kementrian yang paling transparan karena akan digunakan teknologi digital, sudah saatnya semua pekerjaan terjadi tranparansi. Dan jika ini bisa dilaksanakan dalam waktu singkat Nadiem akan menjadi pahlawan pendidikan kita.
Permasalahan paling berat dapat diselesaikan dengan duduk bersama, dan Nadiem jangan mau mendengarkan satu pihak saja, jangan ikuti gaya lama pendahulu anda, yang akhirnya anda tidak pernah mendengar langsung dari sumber aslinya, tetapi datang dari orang sekitarnya yang justru dia mengambil keuntungan dalam mengambil kebijakan. Carut marut anggaran disetiap kementrian yang dijadikan proyek setiap pejabat yang ada didalamnya ini adalah salah satu contoh nyata. Kedepan dengan hanya sentuhan kecil dari Nadiem semua aplikasi yang ada di kemendikbud dan dikti akan menjadi sesuatu yang luar biasa mudah dioperasikan, akan lahir anggaran yang relatif kecil dan efisien.
[bctt tweet=”Permasalahan paling berat dapat diselesaikan dengan duduk bersama, dan Nadiem jangan mau mendengarkan satu pihak saja” username=”my_sharing”]
Anggaran kemendikbud dan dikti akan jauh lebih kecil karena Nadiem mampu mengefisienkan rapat-rapat berbiaya tinggi yang dilakukan oleh semua kemeterian dengan teleconference. Tetapi jangan harap Nadiem harus menghasilkan sebuah proses pendidikan yang baik, kecuali dia memilih orang-orang sekitarnya adalah orang-orang yang memiliki pengalaman baik dan bereputasi, sementara cacatan yang APTISI miliki ada dirjen dan direktur yang baik tetapi banyak yang kurang baik kualitas dan pelayanannya, catatan terakhir dari rapat APTISI ada dirjen dan direktur yang dianggap paling dianggap merugikan banyak PTS. Dan APTISI sudah usulkan pada kemendibud untuk tidak memakai kembali dirjen dan direktur kepala L2Dikti yang bermasalah kepada Presiden Joko Widodo juga kepada Kemendikbud.
Bersambung keMemilih Mendikbud Dengan Cara Ngawur (Bagian 3)

