Ragam instrumen investasi tersedia di pasaran. Namun, belum banyak yang mengenal reksadana sebagai salah satu instrumen investasi menjanjikan.

“Itu tantangan kami, bagaimana meyakinkan orang yang sudah punya dana untuk investasi di kami. Ada yang mengatakan investasi di reksadana tidak halal atau tidak taat syariah. Namun setelah kami jelaskan, mereka mengerti dan mulai investasi,” jelas Intan kepada mysharing, beberapa waktu lalu. Baca: Yuk, Kenali Jenis-jenis Reksadana Syariah!
Ia pun menambahkan sempat muncul masukan agar perusahaan aset manajemen Indonesia diperbolehkan untuk investasi di luar negeri sebagai bentuk diversifikasi. Namun, menurut Intan, hal tersebut belum perlu dilakukan. “Saya rasa kebutuhan investasi di luar negeri itu kan untuk diversifikasi yang memang kita perlu dan diversifikasi yang diminta oleh klien, dua-duanya itu kami tidak ada tekanan ke sana, sehingga kami tidak melihat kenapa ingin relaksasi agar bisa investasi di negara lain. Kalau risiko mau didiversifikasi dengan cara investasi ke negara lain menurut saya agak terlalu jauh,” kata Intan.
Intan menuturkan akan menjadi kurang adil jika investasi dibuka ke negara lain, maka asing pun akan masuk ke Indonesia dan dapat mengambil pasar lokal. Padahal, lanjut Intan, langkah yang perlu dilakukan saat ini adalah menambah investor dalam negeri. “Jadi bukan urusan risiko besar atau kecil tapi lebih pada membangun awareness terhadap aset management karena penetrasi pada investor reksadana juga masih rendah cuma 5 persen dari total investor,” ungkap Intan. Baca: Keuangan Syariah Indonesia Perlu Intervensi Pemerintah
Berdasar Statistik Otoritas Jasa Keuangan per Maret 2015 total nilai aktiva bersih reksadana syariah mencapai Rp 12 triliun dengan 75 produk reksadana syariah. Ada 7 jenis reksadana syariah di Indonesia, yaitu reksadana saham syariah (22 buah), reksadana campuran (18 buah), reksadana terproteksi (18 buah), reksadana pendapatan tetap (9 buah), reksadana pasar uang (6 buah), reksadana indeks (1 buah), dan reksadana ETF (1 buah).

