Keinginan untuk mempercantik diri telah menjadi bagian kodrat seorang wanita. Salah satunya adalah dengan mengenakan kosmetik. Bagi muslimah mengenakan kosmetik halal pun menjadi suatu hal yang tak bisa ditawar. Banyak muslimah pun kuatir jika produk kosmetik di pasaran dapat mengandung alkohol atau unsur bahan hewani yang dilarang dalam Islam.

Indonesia dengan populasi penduduk muslim terbesar di dunia menjadi pasar potensial bagi pasar ritel halal. Namun baru beberapa perusahaan kosmetik yang memiliki sertifikat halal Majelis Ulama Indonesia untuk produk-produknya. Berdasar Info Produk Halal yang dirilis Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) ada sekitar 15 perusahaan yang memiliki produk kosmetika halal, yaitu Wardah, Sariayu, Biokos, Ristra, La Tulipe, Marcks Venus, Caring Colors, PAC, Mustika Ratu, Moors, Mustika Puteri, Biocell, Theraskin, Freya, dan Rivera.
Pangsa pasar kosmetika halal memang masih kecil, tapi pasarnya terus tumbuh pesat. Berdasar data lembaga riset TechNavio, pasar produk perawatan diri dan kosmetika halal global senilai 18,33 miliar dolar AS, atau sekitar 4 persen dari total pasar kosmetik dunia yang sebesar 464 miliar dolar AS. Namun, pasar kosmetika halal diproyeksikan tumbuh 13 persen per tahun, dimana Indonesia, Malaysia dan Pakistan mencatat tingkat permintaan yang tinggi seiring tumbuhnya kelas menengah muslim. Baca Juga: Kelas Menengah Muslim (3): Produk Bernilai, Tidak Sekedar Label Syariah.
Pemilik Wardah Cosmetics, Subakat Hadi, mengatakan industri produk halal secara keseluruhan terus berkembang. Produk halal yang tidak hanya bisa digunakan untuk muslim, tetapi juga non muslim menjadikan potensi pasar ini sangat besar. “Saat kami bilang produk syariah maka substansinya ke masyarakat adalah bagus. Tidak hanya muslim tapi juga non muslim,” ujar Subakat.
Agar sukses, Subakat memberikan beberapa saran. “Tidak hanya harus siap soal produk tapi memberi konsep kepada produk. Wardah memastikan produknya punya kualitas terbaik dan halal,” jelas Subakat. Agar suatu usaha terus berkelanjutan, produk pun butuh inovasi. Survei menjadi alat penting untuk mengetahui kebutuhan konsumen.
Langkah memasuki pasar kosmetika halal juga dilakukan oleh sebuah perusahaan di India, EcoTrail Personal Care. Negara yang memiliki populasi muslim terbesar kedua di dunia tersebut belum memiliki satu pun merek kosmetika halal. “Oleh karena itu, kami masuk ke pasar kosmetika halal karena ada permintaan besar juga di Asia Tenggara dan Timur Tengah,” kata Chief Operating Officer EcoTrail Personal Care, Dilip Vadgama, dilansir dari Quartz, Kamis (18/9). Perusahaan yang berbasis di Gujarat tersebut memproduksi kosmetik berbahan sayuran dan ekstrak buah.
Namun, ia mengakui pihaknya masih menemui sejumlah kendala, yakni kurangnya awareness muslim India, terbatasnya akses dan ketiadaan lembaga sertifikat halal resmi, sehingga membuat produknya kurang kredibel. “Belum ada organisasi yang mengurus sertifikasi halal untuk produk kosmetik. Adanya beberapa kelompok Islam yang punya definisi masing-masing mengenai halal membuat pengembangan standar halal masih menjadi hambatan,” kata Vadgama.
Berdasar data Thomson Reuters, di sektor kosmetik, muslim dunia menghabiskan sekitar 2 miliar dolar pada 2012 atau sekitar 5,7 persen dari pengeluaran dunia. Pada tahun 2018 nilainya diperkirakan mencapai sekitar 39 miliar dolar AS, atau sekitar 7 persen dari pengeluaran dunia.

