Meski lembaga keuangan syariah memiliki sistem bagi hasil yang by nature memitigasi risiko, kualitas sumber daya manusia (SDM) adalah kunci utama manajemen risiko syariah.
Hal ini terungkap dalam seminar: “Tantangan dan Solusi Penerapan Manajemen Risiko Keuangan Islam” yang diadakan oleh Pascasarjana Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia di Ruang 3.1 Gedung Mahasiswa, kampus STEI Tazkia, Sentul City, Sabtu (7/2). Seminar ini mendatangan narasumber Dr. Rifki Ismal (Senior Financial Analyst in the Department of Macro Prudential Policy, Bank Indonesia) dan Dr. Roland Rulindo (Kepala Divisi Syariah dan Riset Manajemen Risiko Lembaga Penjaminan Simpanan).
Adalah sangat penting menjaga likuiditas dan meningkatkan stabilitas keuangan dalam sebuah sistem lembaga organisasi atau perusahaan. Karena, likuiditas dan stabilitas ibarat darah yang mengalir dalam tubuh seseorang. Jika aliran tersebut putus atau terhenti maka rusaklah tubuh itu, bahkan kematian pun dapat terjadi seketika. Hal ini disampaikan sebagai pembuka seminar manajemen risiko syariah ini oleh Vice President of Compliance & Sharia Advisory PT.Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN), Dr. Muhammad Syarif Surbakti, SE.Ak., M.Sc. yang bertindak sebagai moderator.
- BSI Siap Jalankan Bisnis Bank Bulion
- Muslim Pro Luncurkan ‘40 Days of Deen’, Dukung Muslim Indonesia Bangun Kebiasaan Positif di Ramadan
- KNEKS Dorong Pelaku Bisnis Untuk Menjangkau Pasar Lebih Luas di Pesta Muslim Jakarta 2025
- Sun Life Indonesia dan Bank Muamalat Perpanjang Kemitraan Strategis Bancassurance
Bagi Hasil Saja Tidak Cukup
Narasumber lain, Dr. Rifki Ismal memaparkan tentang Liquidity Risk Management in Islamic Perspective. Dr. Rifki menilai, kunci utama manajemen risiko itu tidak terlepas dari kendali pihak yang mengelolanya. Sehingga SDM pengelola sebuah lembaga itulah yang menjadi tolak ukur terkontrolnya manajemen risiko, termasuk di manajemen risiko syariah.“Maka seberapa mampukah pihak terkait mengendalikan manajemen risiko?, apakah terkontrol atau tidak, selama tidak menghilangkan risiko tersebut” paparnya.
Hal itu selalu berlaku dalam sistem apapun, baik sistem keuangan khususnya ataupun sistem lain. Dalam Lembaga Keuangan Syariah, terdapat senjata andalan yang mampu menangani hal itu, yaitu Profit Loss Sharing (PLS) atau bagi hasil dengan kerja meminimalisasinya (membaginya). Misalnya dalam bagi hasil deposito syariah. Baca juga: Tekan Biaya Akad Bagi Hasil Dengan Penggabungan Akad
Dalam mengintervensi pada risiko yang akan dihadapi, tentunya perlu upaya pengenalan (identifikasi) dan penggolongan (klasifikasi) terhadap segala risiko itu. Rifki menyimpulkan beberapa risiko dalam sistem keuangan yang mungkin terjadi khususnya pada lembaga keuangan syariah, yaitu risiko internal seperti kurang mahirnya SDM dalam memahami hukum syariah, eksternal seperti harga barang impor yang mahal yang berujung pengaruhnya pada sektor riil dan tambahan seperti lembaga keuangan Islam di Indonesia yang masih pemula serta infrastruktur yang belum memadai.
SDM yang Memahami Hukum Syariah
Peneliti Senior Bank Indonesia ini memberikan kesimpulan, “Sebenarnya ada upaya yang bisa dilakukan oleh negara-negara Islam dunia yang memiliki pengaruh besar pada sistem keuangan Islam ini, bisa saja Arab Saudi menjual bahan minyak mentahnya pada negara Eropa dengan syarat pembayarannya melalui mata uang Dinar sehingga nilai Dinar dapat mengalahkan posisi Dolar yang secara tidak langsung meningkatkan sistem keuangan syariah”, Kata Dr. Rifki Ismal.
Selain Dr. Rifki Ismal, penjelasan mengenai Standard Internasional Manajemen Risiko Perbankan Syariah disampaikan oleh Dr. Ronald Rulindo. Menurut Ronald, lembaga keuangan Islam di Indonesia ini sudahlah banyak, namun orang-orang Islam sendiri yang meminati hal itu masihlah kurang, maka perlulah dukungan besar atas masalah ini agar lembaga-lembaga keuangan Islam yang telah ada diisi oleh orang-orang Islam sendiri.[su_pullquote align=”right”]””Sebaiknya tingkatkan terlebih dahulu kualitas SDM pengelolanya akan pemahaman hukum Islam”, Dr. Ronald Rulindo”[/su_pullquote]
Berbicara tentang penerapan manajemen risiko syariah, sebaiknya tingkatkan terlebih dahulu kualitas SDM pengelolanya akan pemahaman hukum Islam, baru bisa menerapkan manajemen tersebut dalam koridor syariah. Sebab yang kita lihat saat ini, banyak pihak yang ingin menerapkan sistem syariah namun masih ada oknum yang dalam praktiknya bertentangan dengan hukum Salah satu cara mengatasinya dalah dengan mningkatkan kinerja sistem pengawasan. Baca juga: Jelang MEA, Dewan Pengawas Syariah Harus Tingkatkan Kualitas
Akan tetapi, upaya serta solusi masih dapat diterapkan seperti mengadakan pelatihan khusus bagi SDM yang telah berkecimpung di lembaga-lembaga keuangan syariah. Dan yang terpenting, adanya pengawasan ketat terhadap terlaksananya kegiatan dalam sistem keuangan Islam demi terjaganya hukum syariah.
Seminar cukup aktif dengan banyaknya pertanyaan seputar manajemen risiko syariah disampaikan oleh mahasiswa Pascasarjana STEI Tazkia. (Kontributor: Muhammad Kowi dan Fahmi Syafieq)