Corporations Are People
“Anda tidak harus menjadi bintang olahraga untuk dapat menjual saham diri Anda”, lanjut Kevin Roose. Karena, maraknya crowdfunding berimbas kepada evolusi pembiayaan dari kepada lembaga, kini kepada manusianya. Dalam topik keuangan pribadi (personal finance), fenomena baru ini disebut sebagai personal corporatehood, individu sekarang dapat bertindak sebagai korporasi.
Konsep ini berkebalikan dengan corporate personhood yang memang dipraktikkan di AS. Sistem hukum negeri itu menyamakan hak dan kewajiban individu dengan hak dan kewajiban korporasi. Dengan kata lain, di mata hukum, korporasi adalah individu. Tampaknya orang AS memiliki pemahaman yang ambigu atas dua istilah bertentangan makna ini.
Apalagi ketika mantan Gubernur Massachusets Mitt Romney dalam kampanye pencalonan dirinya sebagai Presiden AS lalu, melontarkan kalimat populernya, “Corporations are people, my friend”. Nah, menariknya kalimat ini pula yang oleh majalah New York itu dianggap berkorelasi dengan kian tenarnya istilah personal corporatehood. Simpelnya, dalam personal corporatehood, individu dapat mengumpulkan modal dari investor layaknya korporasi.
Pave, perusahaan crowdfunding yang berbasis di New York mengkhususkan jasanya sebagai manajer investasi bagi individu-individu yang ingin mencari modal dari investor. Ilustrasi di awal artikel ini diambil dari aplikasi simulasi pendapatan di situs Pave (http://pave.com).
Jika Anda ingin mencari modal lewat situs Pave, Anda dapat menggunakan fasilitas ini untuk mengetahui proyeksi pendapatan Anda 10 tahun ke depan. Yang berarti, dapat membantu Anda mengestimasi berapa uang yang harus dibayarkan kepada investor Anda nantinya. Bagi investor (Backers), aplikasi ini dapat membantu mengetahui potensi seorang individu (Prospects) yang mengiklankan dirinya.
Seorang Prospects, Lawrence Cann, mahasiswa MBA, Universitas Columbia dan seorang pengusaha sosial berhasil meraih dana sebesar USD 40000 dari 11 Backers. Lawrence mendirikan Street Soccer USA, organisasi masyarakat yang bertujuan melakukan perubahan sosial di kalangan muda melalui olahraga.
Dalam laman kampanyenya, Lawrence menyatakan, “ To date, 75% of participants successfully achieve goals in education, employment, or housing within a year of joining the program…I was recently recognized by Amex/Ashoka as one of 15 social entrepreneurs likely to form the next generation of leaders who will solve the world’s critical challenges”.
Profil Lawrence sebagai pengusaha sosial inilah yang membuat “harga sahamnya” menjadi tinggi dalam artian, para Backers tertarik untuk meminjamkan uangnya kepada Lawrence. Bahkan, Pave menggunakan Lawrence sebagai salah satu Prospects pilihannya yang wajahnya ditampilkan di laman depan situs Pave.
Alternatif dari Berutang ke Bank
Skema ini, bagi para pendukungnya, seperti ditulis Kevin Roose tidak hanya menarik, melainkan bertujuan menolong orang muda berhadapan dengan ketidakpastian ekonomi. Hal ini dilakukan dengan membebaskan mereka dari tumpukan tagihan pembiayaan pendidikan dan utang kartu kredit.
Pave didirikan oleh tiga orang dari beragam latar belakang, Oren Bass (mantan pengacara untuk Clifford Chance dan Goldman Sachs), Sal Lahoud (Ketua ormas Fcancer.org dan mantan karyawan Goldman Sachs), dan Justin Mitchell (mantan Manajer Programmer di Facebook).
Seperti dikutip di laman situs Pave, ketiganya mengaku terinpirasi mendirikan perusahaan ini karena kebutuhan seorang teman. Sang teman itu sangat berpotensi untuk maju, perlu modal untuk pengembangan dirinya, tidak punya dana, dan tidak mau meminjam ke lembaga keuangan. Daripada terjebak dalam utang ke lembaga keuangan, mereka lantas menyediakan platform Pave ini untuk Sang Teman itu.
Pave sendiri bertujuan: menyiapkan pilihan pendanaan yang lebih baik ketimbang utang untuk generasi masa depan, dan pilihan itu didesain sesuai untuk membangun dan menciptakan hal besar. Pave didukung 13 tim inti dari beragam latar belakang, mantan karyawan Facebook, Visa, Microsoft, Goldman Sachs, McKinsey, Wolff-Olins, dan Peace Corps.
Selain tim inti, Pave memberdayakan para ahli ekonomi dan keuangan, khususnya untuk membangun model bisnis yang tepat yang didukung oleh data akurat. Seperti, Joseph Altonji (Thomas Dewitt Cuyler Professer of Economics at Yale University).
Apa untungnya bagi Pave? Untuk tiap pendanaan yang berhasil mencapai target dan cair, Pave mengutip 3%. Imbalan tersebut adalah untuk jasa mempertemukan Prospects dan Backers, dan menyediakan platform pendanaannya. Misalnya sistem pembayaran dan sistem legal. Pave mengaku tidak ikut dalam kontrak yang dibuat antara Backers dan Prospects. Ini murni antarindividu. Kebetulan, sistem hukum bisnis di Amerika memungkinkan itu.
Kevin Roose memberi contoh lain “nasabah” Pave. Clara Aranovich (27) seorang pembuat film. Aranovich mengumpulkan dana USD 50000 melalui Pave dan berkewajiban menyisihkan 5% dari pendapatannya per bulan selama 10 tahun kepada para Backers-nya. Aranovich berniat menggunakan uang itu untuk membuat film panjang pertamanya. “Committing to something for ten years is daunting,” Aranovich said. “But the more I mulled it over, and realized what I could do with $50,000, the benefits definitely outweigh the drawbacks.”
Aranovich merasa harus mengambil kesmepatan ini untuk menggapai keberhasilannya di dunia film. Ia mengaku tidak keberatan dengan kewajiban 5% tiap bulan itu untuk selama 10 tahun itu. “Even if I quit film and become a maid,”, katanya mengekspresikan komitmennya untuk membayar. “I literally could not have survived in this job had it not been for that Pave money,” katanya menambahkan.