Daily Trader vs Investor Syariah
Sutrisna berpendapat daily trader yang hanya bertujuan mendapatkan gain semata dalam perdagangan harian tidak sesuai dengan syariah. Di pasar modal banyak daily trader yang kalau menjual saat tinggi dan membeli saat harga murah. Menurut Sutrisna, niat awal daily trader bukan investasi tetapi hanya mencari gain dari selisih jual beli.
“Yang terjadi di market si pelaku daily trader aktif trading itu niatnya sudah salah keluar dari substansinya, padahal sebenarnya saham itu instrumen investasi tapi malah main saham. Pola investasinya pun tidak melihat value investing, bukan melihat harga wajar perusahaannya. Tetapi dia melihat ketika harga murah dia beli, ketika ada potensi harga naik berapa persen dia jual. Jadi dari niat dan sudut pandang sudah berbeda dan menurut saya tidak syariah,” kata Sutrisna.
Investor yang ingin bertransaksi saham sesuai prinsip syariah juga hendaknya telah mempersiapkan dana investasi yang cukup. Hal ini dikarenakan transaksi dalam pasar modal syariah tidak memperbolehkan investor meminjam dana dari sekuritas. Sutrisna menjelaskan investor konvensional bisa meminjam uang dari sekuritas jika dana yang dimilikinya kurang untuk membeli saham suatu perusahaan.
Misalnya, harga saham A Rp 20 juta per lot, namun investor cuma punya dana Rp 10 juta. Investor bisa tetap membeli dengan meminjam dana dari sekuritas. Namun ada syarat yang mengikuti yaitu saat pengembalian dana akan dikenakan bunga. Adanya tambahan bunga saat peminjaman dana tersebut membuat peminjaman dana dari sekuritas tidak diperbolehkan karena ada riba di dalamnya.
Transaksi short selling (cara yang digunakan dalam penjualan saham yang belum
dimiliki dengan harga tinggi dengan harapan akan membeli kembali pada saat harga turun) juga tidak diperkenankan dalam transaksi saham secara syariah karena merupakan ba’i al ma’dum (jual beli yang obyeknya tidak ada pada saat akad).
Sutrisna mengatakan pada transaksi short selling ada ketidakadilan didalamnya. Pasalnya, ketika short selling dan investor tidak bisa mengembalikan barang, maka investor kena penalti bunga, atau investor otomatis akan terpaksa menjual saham dengan harga rendah.
Dalam perdagangan saham syariah menggunakan akad jual beli, yang baru akan dinilai sah ketika terjadi kesepakatan pada harga, jenis, dan volume tertentu antara permintaan beli dan penawaran jual. Harga dalam jual beli ditetapkan berdasarkan kesepakatan yang mengacu pada harga pasar wajar melalui mekanisme tawar menawar yang berkesinambungan.
Sutrisna mengakui bahwa di pasar, salah satu faktor pembentukan harga saham terjadi karena adanya persepsi pasar. “Seperti ketika Federal Reserve memutuskan untuk tapering pasar mulai panik, tetapi ketika tapering harga saham langsung naik lagi,” ujar Sutrisna.
